Terobosan Baru Dirjen Bimas Katolik: Membuka Pendidikan Kemandirian di Sekolah Tinggi Pastoral
Dirjen Bimbingan Masyarakat Katolik, Eusabius Binsasi (Katoliknews.Com) |
SAYOKA.ORG - Dalam rangka pengembangan Sekolah Tinggi Pastoral (STP) di Indonesia, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Kementrian Agama Republik Indonesia, merencanakan membuka ‘Pendidikan Kemandirian’ sebagai upaya untuk memberi bekal terhadap mahasiswa di Sekolah Tinggi Pastoral di seluruh wilayah Indonesia.
Direktorat Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat Katolik, Eusabius Binsasi, dikutip dari Matakatolik.com, di ruang kerjanya pada, Selasa, 22/11/2016 mengatakan, akan membuka dan memberlakukan Pendidikan Kemandirian.
“Saya melihat hal ini sangat penting. Sebab, jaman semakin ketet, sehingga masyarakat saat ini dituntut untuk mandiri, kreatif dan berjiwa wirausaha yang nantinya bisa mensejahterakan hidupnya”, tegas Eusabius.
Menururt dia, para sarjana yang tamat dari Sekolah Tinggi Pastoral, itu sudah jelas dibekali ilmu pengetahuan menjadi tenaga pengajar (guru) agama Katolik. Selain dibekali pengetahuan guru, mereka juga dibekali pengetahuan tenaga pastoral, yang dipersiapkan untuk berkarya di Gereja maupun di lembaga terkait di wilayah Gereja Katolik.
Namun hal itu jelasnya, tak bisa menjadi jaminan, bahwa para lulusan Sekolah Tinggi Pastoral bisa diterima sebagai tenaga pengajar, apalagi menjadi guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Lebih lanjut Eusabius menerangkan alasan lain dari adanya sistim Pendididikan Kemandirian, yakni fenomena Guru Agama Katolik dan Sarjana Teologi yang sulit mencari lapangan kerja. Dengan demikian banyak lulusan STP beralih profesi menjadi wirausaha.
“Saya apresiasi kepada mereka yang mandiri, kraetif dan bisa berkarya di bidang kewirausahaan. Tapi, apakah mereka ini memiliki kemapuan yang sesuai standar yang dibutuhkan”, ujar Eusabius.
Sehingga dengan begitu, Dirjen Bimas Katolik merasa terpanggil untuk segera memberlakukan Pendidikan Kemandirian yang diharapkan bisa melahirkan wiraswasta handal dan berkompoten, yang siap berkarya di seluruh wilayah Indonesia.
“Melihat mereka seperti itu saya kira mereka perlu dibekali, dimana cara berpikir mereka harus dipersiapkan dan dirubah dari menjadi ahli mengajar di bidang agama, tapi juga bagaimana mereka bisa hidup mandiri dengan cara berwirausaha mandiri”, ujarnya.
Menurut dia, misi pewartaan yang menjadi kekhasaan sarjana teologi, nantinya tak saja berbicara dalam konsep atau retorika di mimbar, tapi sudah harus masuk pada wilayah sesungguhnya yakni berkarya bersama umat.
“Jadi, pewartaan itu bukan lagi hanya ada di mimbar dan di altar, tapi pewartaan sudah harus ada di tengah-tengah kita”, sambungnya.
Langkah Nyata
Terkait langkah apa yang harus dilakukan oleh Dirjen Bimas Katolik untuk merealisasikan rencana tersebut. Eusabius menjelaskan, rencana ini sudah dibahas dengan lembaga terkait, diantaranya Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Kemenristek, dan pemeirintah daerah serta DPRD di beberapa tempat yang memiliki Sekolah Tinggi Pastoral.
Adapun langkah-langkah yang segera dilakukan Bimas Katolik untuk mempercepat terealisasinya program ini, diantaranya, Pertama, membuat kurikulum yang disesuaikan dengan standar pendidikan nasional. Kedua, merancang kegiatan yang sifatnya memberi edukasi kewirausahaan kepada STP berupa motivasi dan pelatihan. Hal ini bermaksud agar membuka mindset para mahasiswa tentang pendidikan kemandirian. Ketiga, para mahasiswa diberi waktu khusus untuk magang di berbagai lembaga yang memiliki kesamaan program.
Saat ini sudah ada beberapa Sekolah Tinggi Pastoral yang mulai memberikan Pendidikan Kemandirian dengan kurikulum khusus, diantaranya Sekolah Tinggi Pastoral Kupang, NTT, dan beberapa Sekolah Tinggi Pastoral di daerah Yogyakarta, yang juga sudah mulai merancang kurikulumnya.
“Target kami tahun ajaran 2017/2108 kurikulum ini sudah berlaku di seluruh wilyah Indonesia. Saat ini beberapa STP sudah merancangnya, yang diberi nama KKNI (Kerangka Kurikulum Nasional Indonesia). Jadi dalam KKNI ini mereka membuat semacam rancangan tambanhan yang nanti outputnya menjadi ijazah pendamping dalam bentuk sertifikat”, tegas Eusabius.
Serifikat tersebut untuk mengakui bahwa selain mereka diakui sebagai guru Agama Katolik, juga diakui sebagai pekerja yang memiliki pengetahuan pendidikan kemandirian seperti pendidikan kewirausahaan.
Lebih lanjut mantan Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) itu mengungkapkan pentingnya Pendidikan Kemandirian memiliki kurikulum khusus. Hal itu menurut dia, agar ada konsentrasi atau keahlian khusus yang dimiliki mahasiswa, sehingga hasilnya bisa diandalkan sesuai dengan tututan pasar kerja.
Eusabius mengaku, cara itu merupakan upaya Dirjen Bimas Katolik untuk mengembangkan, meningkatkan dan memberi nilai lebih kepada para tamatan Sekolah Tinggi Pastoral.
“Ini salah satu upaya pemerintah agar mengurangi angka pengangguran. Tentu dengan Pendidikan Kemandirian, para tamatan STP bisa mandiri dan membuka lapangan pekerjaan”, tutup Eusabius.
Sumber : Matakatolik.Com
No comments